Jumat, 20 Maret 2009

Belajar dari Kaum Samin

oleh : Nia Atmadianing Meigawati

Sebagaimana kita ketahui di jaman kolonial ada kelompok masyarakat yang tak kecil jumlahnya di wilayah kabupaten Blora dan sekitarnya (sampai Bojonegoro dan Randublatung). Mereka disebut kaum SAMIN karena pengikut KI SAMIN SUROSENTIKO, seorang penduduk di Klapaduwur Blora.

Ki Samin mengajarkan kepada penduduk untuk tidak mempercayai dan tidak menyukai pemerintah kolonial Belanda. Dan sikap ini diungkapkan dan dinyatakan dalam perilaku yang menjauhi kekerasan dan secara damai.

Itulah awalan dari sebuah “Gerakan Kaum Samin”. Yang didalam kenyataan tidak mau bersentuhan dengan kekuasaan kolonial . Sikap ini ternyata ampuh sekali sehingga pemerintah kolonial tidak bisa memaksakan sesuatu kepada mereka seperti kewajiban membayar pajak dan ketentuan ketentuan lain dalam tingkat pemerintahan desa.

Alasan pemerintah untuk memungut pajak adalah juga untuk keperluan mereka sendiri karena dengan uang pajak itu dibangun jalan jalan beraspal, jembatan dan prasaranan umum lainnya, Kaum Samin menjawabnya dengan tidak menginjak jalan aspal dan turun menyeberangi sungai sehingga tidak melalui jembatan.

Dalam keseharian di kalangan mereka sendiri kental sekali dengan nuansa saling Bantu dan saling tolong menolong.
Apa yang sekarang kita sebut keterbukaan dan kebersamaan serta kesataraan baiklah kita belajar dari mereka.

Pada mereka semua itu dilandasi oleh sebuah jati diri yang tidak membolehkan berlaku tidak jujur atau berselingkuh. Dan inilah perekat persatuan di antara mereka.

Maka jika sekarang ini ada yang melakukan semacam “gerakan damai tanpa kekerasan” (peaceful and non violent movement) bukankah sesuatu yang baru buat rakyat Indonesia di mana pemerintah kolonial Belanda sekalipun tidak bisa melarang atau menindaknya dengan kekerasan.

Maka itu ketika Jakarta dilanda musibah banjir akibat kelalaian pemerintah dalam mengurusi pengairan, muncul di kalangan masyarakat pendengar radio Jakarta News FM yang menyarankan agar penduduk tidak membayar pajak PBB dan mungkin yang lain juga sebelum pengurusan pengairan yang tahan banjir dibenahi pemerintah. Jika ini sampai terjadi maka orang menyebutnya sebagai “pembangkangan social” atau civilian disobedient

Gerakan semacam ini bisa menakutkan pemerintah. Paling tidak orang sadar dalam masyarakat luas kita ini sebenarnya hanya terbagi dalam dua golongan saja. Pertama golongan pembayar pajak yang logisnya merasa berhak dan perlu mengontrol sampai di mana uang pajak mereka digunakan secara jujur dalam penggunaan anggaran belanja pemerintah daerah. Golongan kedua, yalah golongan pemakai atau menikmati pajak seperti kaum birokrat dan aparatnya.
Karena itu dampak dari pembangkangan social damai tak bayar pajak, jika bergerak secara sukses , akan membuat korupsi sukar terjadi karena kontrol terhadap pemasukan dan penggunaan anggaran pemerintah daerah oleh kaum pembayar pajak akan menentukan budaya masyarakat dan pemerintah.

Pada akhirnya nanti juga menentukan kejujuran Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

Selain menolak bayar pajak, kaum samin juga menolak menggunakan bahasa Jawa yang bertingkat tingkat, Mereka menggunakan bahasa Jawa ngoko yang memandang relasi antar manusia itu sama kedudukan dan derajatnya,

Sikap ini juga muncul dalam “Peristiwa Tiga Daerah” di penghujung tahun 1965 (Baca Anton Lucas, Peristiwa Tiga Daerah” Revolusi Dalam Revolusi ,PT Pustaka Utama Grafiti, Jakarta, cetakan pertama 1989).

Sedangkan sebuah organisasi Gerakan Jawa Dipa di Solo pada medio tahun 1910 20 yang menganjurkan penggunaan bahasa Jawa Ngoko di antara sesama orang Jawa cukup lumayan pengaruhnya di kalangan komunitas komunitas tertentu di kalangan orang Jawa, misalnya di kalangan para guru pendidikan dasar dan tentu di kalangan kaum pergerakan kemerdekaan.

Perlu dicatat memang ada sebagian kecil orang Samin yang berhasil dibujuk oleh aparat kolonial Belanda.

Mereka yang merasa harga dirinya tinggi, tak mau disuruh suruh dn dibodohi oleh aparat kolonial. Oleh karena itu pemerintah kolonial “tidak mewajibkan” orang Samin membayar pajak. Tetapi, dengan low profile, meminta kerelaan mereka untuk menolong/memberikan uang untuk keperluan pemerintah dan keperluan orang banyak. Dan taktik halus Belanda ini Cuma berhasil terhadap sejumlah kecil orang Samin yang berkenan hatinya.

Pada waktu agresi militer kedua (1949) saya pernah berada di kota Blora di rumah tante saya , di mana oom saya berada di pedesan pemukiman kaum Samin sebagai komandan kompi pasukan TNI,

Saya terkejut begitu bangun pagi, di teras depan rumah sering kali ada kelapa, jagung, ketela, sayur mayur dan sebagainya, Yang membawa itu tak memperlihatkan diri. Tante saya senyum, inilah perilaku orang Samin yang mengerti akan keperluan atau kebutuhan orang lain. Menghadapi semua itu, tante segera bergegas pergi ketoko membeli kain, tembakau, kopi dan gula, dan semuanya itu dibungkus dan ditaruh ditempat di mana mereka menempatkan palawija dan sayur mayur.

Pada saat tante saya ketemu mereka, orang Samin itu, entah sepulang dari mana, mereka mengatakan pada tante, “inilah sayur mayur buah kerja kami yang kami berikan pada sesama saudara. Keadaan oom di tempat kami baik baik, bekas luka tembakan di pahanya sudah sembuh”.
Tante saya menjawab, “terima kasih atas pemberiannya dan berita keadaan Oom. Seraya menyodorkan bungkusan kain, tembakau, gula dan kopi, tante berkata “ini juga pemberian saya kepada saudara saudara sebagai sesama saudara”. Lalu mereka bertiga bersalaman dengan tante saya, dan nampak tergesa gesa pulang.

Pada tahun 1955 saya sempat ke Blora pada masa pemilu pertama RI. Oom saya menceriterakan bahwa pemerintah kesulitan meminta orang Samin untuk memilih partai yang disukainya. Orang Samin mengatakan “ Buat apa milih? “”Buat apa nyoblos, saya sudah punya pilihan yang harus saya coblos yaitu SIKEP”. Sikep dalam bahasa Jawa Samin artinya isteri.

Dari apa yang dilakukan orang Samin sejatinya kita bisa menangguk hikmah perilah moral dan etika. Mereka mengajarkan pada kita memberi dan tidak mengambil, saling memberi dan saling menerima.

Kita mengetahui sekarang wilayah Samin ini dari Blora , Cepu sampai Bojonegoro ternyata kaya dengan minyak bumi dan diperkirakan kawasan ini kelak akan menjadi daerah otonomi tingkat kedua yang makmur.

Tetapi dijamin pasti tak akan muncul pikiran separatis, kita bikin “Republik Blora Cepu Bojonegoro” yang kaya makmur, biar saja orang di Pantura dan lain daerah tetangga kita yang miskin sumber alamnya akan tetap miskin. Anggap saja, takdir "distribusi nasib".
Siapa tahu generasi sekarang di sana sempat merenungkan hikmah moral dan etika orang Samin

Fakta Tentang Masyarakat Samin

oleh : Nia Atmadianing Meigawati



Masyarakat Samin Dan Anarkisme

Wong Samin, begitu orang menyebut mereka. Masyarakat ini adalah keturunan para pengikut Samin Soersentiko yang mengajarkan sedulur sikep, dimana dia mengobarkan semangat perlawanan terhadap Belanda dalam bentuk lain diluar kekerasan. Bentuk yang dilakukan adalah menolak membayar pajak, menolak segala peraturan yang dibuat pemerintah kolonial. Masyarakat ini acap memusingkan pemerintah Belanda maupun penjajahan Jepang karena sikap itu, sikap yang hingga sekarang dianggap menjengkelkan oleh kelompok diluarnya. Masyarakat Samin sendiri juga mengisolasi diri hingga baru pada tahun 70an mereka baru tahu Indonesia telah merdeka. Kelompok Samin ini tersebar sampai pantura timur Jawa Tengah, namun konsentrasi terbesarnya berada di kawasan Blora, Jawa Tengah dan Bojonegoro, Jawa Timur yang masing-masing bermukim di perbatasan kedua wilayah. Jumlah mereka tidak banyak dan tinggal dikawasan pegunungan Kendeng diperbatasan dua propinsi. Kelompok Samin lebih suka disebut wong sikep, karena kata Samin bagi mereka mengandung makna negatif. Orang luar Samin sering menganggap mereka sebagai kelompok yang lugu, suka mencuri, menolak membayar pajak, dan acap menjadi bahan lelucon terutama dikalangan masyarakat Bojonegoro. Pokok ajaran Samin Surosentiko (nama aslinya Raden Kohar, kelahiran Desa Ploso Kedhiren, Randublatung, tahun 1859, dan meninggal saat diasingkan ke Padang, 1914) diantaranya:
• Agama adalah senjata atau pegangan hidup. Paham Samin tidak membeda-bedakan agama, yang penting adalah tabiat dalam hidupnya.
• Jangan mengganggu orang, jangan bertengkar, jangan irihati dan jangan suka mengambil milik orang lain.
• Bersikap sabar dan jangan sombong.
• Manusia harus memahami kehidupannya, sebab roh hanya satu dan dibawa abadi selamanya.
• Bila orang berbicara, harus bisa menjaga mulut, jujur dan saling menghormati. Orang Samin dilarang berdagang karena terdapat unsur ‘ketidakjujuran’ didalamnya. Juga tidak boleh menerima sumbangan dalam bentuk apapun.
Masyarakat Samin terkesan lugu, bahkan lugu yang amat sangat, berbicara apa adanya, dan tidak mengenal batas halus kasar dalam berbahasa karena bagi mereka tindak-tanduk orang jauh lebih penting daripada halusnya tutur kata. Kelompok ini terbagi dua, yakni Jomblo-ito atau Samin Lugu, dan Samin sangkak, yang mempunyai sikap melawan dan pemberani. Kelompok ini mudah curiga pada pendatang dan suka membantah dengan cara yang tidak masuk akal. Ini yang sering menjadi stereotip dikalangan masyarakat Bojonegoro dan Blora. Mereka melaksanakan pernikahan secara langsung, tanpa melibatkan lembaga-lembaga pemerintah bahkan agama, karena agama mereka tidak diakui negara. Mereka menganggap agamanya sebagai Agama Adam, yang diterapkan turun temurun. Dalam buku Rich Forests, Poor People - Resource Control and Resistance in Java, Nancy Lee Peluso menjelaskan para pemimpin samin adalah guru tanpa buku, pengikut-pengikutnya tidak dapat membaca ataupun menulis. Suripan Sadi Hutomo dalam Tradisi dari Blora (1996) menunjuk dua tempat penting dalam pergerakan Samin: Desa Klopodhuwur di Blora sebelah selatan sebagai tempat bersemayam Samin Surosentiko, dan Desa Tapelan di Kecamatan Ngraho, Bojonegoro, yang memiliki jumlah terbanyak pengikut Samin. Mengutip karya Harry J. Benda dan Lance Castles (1960), Suripan menyebutkan, orang Samin di Tapelan memeluk saminisme sejak tahun 1890. Dalam Encyclopaedie van Nederlandsch Indie (1919) diterangkan, orang Samin seluruhnya berjumlah 2.300 orang (menurut Darmo Subekti dalam makalah Tradisi Lisan Pergerakan Samin, Legitimasi Arus Bawah Menentang Penjajah, 1999, jumlahnya 2.305 keluarga sampai tahun 1917, tersebar di Blora, Bojonegoro, Pati, Rembang, Kudus, Madiun, Sragen, dan Grobogan) dan yang terbanyak di Tapelan. Sebagai gerakan yang cukup besar saminisme tumbuh sebagai perjuangan melawan kesewenangan Belanda yang merampas tanah-tanah dan digunakan untuk perluasan hutan jati pada zaman penjajahan di Indonesia. Sekitar tahun 1900, mandor hutan yang menjadi antek Belanda mulai menerapkan pembatasan bagi masyarakat dalam soal pemanfaatan hutan. Para mandor itu berbicara soal hukum, peraturan, serta hukuman bagi yang melanggar. Tapi para saminis, atau pengikut Samin, menganggap remeh perkara itu. Sosialisasi hukum itu lantas ditindaklanjuti pemerintah Belanda dengan pemungutan pajak untuk air, tanah, dan usaha ternak mereka. Pengambilan kayu dari hutan harus seizin mandor polisi hutan. Pemerintah Belanda berdalih semua pajak itu kelak dipakai untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Akal bulus itu ditentang oleh masyarakat pinggir hutan di bawah komando. Samin Surosentiko yang diangkat oleh pengikutnya sebagai pemimpin informal tanpa persetujuan dirinya. Oleh para pengikutnya Samin Surosentiko dianggap sebagai Ratu Tanah Jawi atau Ratu Adil Heru Cakra dengan gelar Prabu Panembahan Suryangalam. Para pengikut Samin berpendapat, langkah swastanisasi kehutanan tahun 1875 yang mengambil alih tanah-tanah kerajaan menyengsarakan masyarakat dan membuat mereka terusir dari tanah leluhurnya. Sebelumnya, pemahaman pengikut Samin adalah: tanah dan udara adalah hak milik komunal yang merupakan perwujudan kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa. Mereka menolak berbicara dengan mandor-mandor hutan dan para pengelola dengan bahasa krama. Sebagai gantinya para saminis memperjuangkan hak-haknya dalam satu bingkai, menggunakan bahasa yang sama, Jawa ngoko yang kasar alias tidak taklim. Sasaran mereka sangat jelas, para mandor hutan dan pejabat pemerintah Belanda. Ketika mandor hutan menarik pajak tanah, secara demonstratif mereka berbaring di tengah tanah pekarangannya sambil berteriak keras, “Kanggo!” (punya saya). Ini membuat para penguasa dan orang-orang kota menjadi sinis dan mengkonotasikan pergerakan tersebut sebagai sekadar perkumpulan orang tidak santun. Penguasa bahkan mendramatisasikan dengan falsafah Jawa kuno yang menyatakan “Wong ora bisa basa” atau dianggap tak beradab. Akibatnya, para pengikut Samin yang kemudian disebut orang Samin, dicemooh dan dikucilkan dari pergaulan. Ketika pergerakan itu memanas dan mulai menyebar di sekitar tahun 1905, pemerintah Belanda melakukan represi. Menangkap para pemimpin pergerakan Samin, juga mengasingkannya. Belanda juga mengambil alih tanah kepemilikan dari mereka yang tak mau membayar pajak. Namun tindakan pengasingan dan tuduhan gerakan subversif gagal menghentikan aktivitas para saminis. Sekarang pun sisa-sisa para pengikut Samin masih ditemukan di kawasan Blora yang merupakan jantung hutan jati di P. Jawa.


Analisis Upacara Ngaben Massal

oleh : Nia Atmadianing Meigawati

Manajemen, S1

Universitas Negeri Semarang


Upacara Ngaben Massal Diikuti 53 Keluarga Meninggal

Upacara Ngaben manusia Yadnya (pembakaran mayat) bagi umat Hindu adalah salah satu ajaran Agama Hindu yang termasuk dalam upacara Panca Yadnya. Ngaben juga diartikan korban suci terhadap leluhur yang meninggal dunia.

Upacara sakral tersebut dilaksanakan secara masal di Desa Balinuraga, Kecamatan Waypanji, Rabu (10/9) yang diikuti sebanyak 53 keluarga yang meninggal dari berbagai daerah. Seperti Palembang, Sumatera Selatan (Sumsel), Lubuk Linggau, Tulangbawang (Tuba), Lampung Timur (Lamtim), Kecamatan Ketapang dan Desa Balinuraga, Kecamatan Waypanji.

Dari 53 keluarga yang meninggal, 41 diantaranya adalah warga dari Desa Balinuraga dan sisanya 12 keluarga dari luar daerah, kata koordinator pelaksanaan Ngaben masal, Guru Sudiartana, kemarin.

Menurut Guru Sudiartana, upacara Ngaben masal di Desa Balinuraga, Kecamatan Waypanji dilaksanakan hampir setiap tahun. Ngaben masal sendiri untuk menghemat biaya yang dikeluarkan dari masing-masing keluarga yang kurang mampu. Upacara Ngaben dapat dilaksanakan secara tersendiri yang dilakukan masing-masing keluarga, tapi karena keterbatasan dana maka dapat dilaksanakan upacara Ngaben secara masal, ungkap Guru Sudiartana.

Ngaben masal yang diikuti 53 keluarga yang meninggal tersebut dibuatkan 16 bale tajuk bagi roh keluarga yang akan dibakar. Persiapan untuk pelaksanaan ngaben masal sudah dilakukan sejak 2 minggu terkahir yakni membuat bale tajuk bagi jasad yang akan dibakar. Pembuatan bale tajuk itu butuh waktu yang cukup lama, katanya.

Pelaksanaan upacara Ngaben masal di Desa Balinuraga dipimpin langsung Mangku Puniatmaja dari desa setempat mulai dari awal upacara hingga akhir.

Mangku Puniatmaja menjelaskan, langkah atau tahapan pelaksanaan upacara Ngaben bagi umat Hindu di antaranya, melakukan pembersihan jenazah dengan cara dimandikan air bersih yang dicampur dengan bunga-bunga. Setelah itu mayat dibungkus dengan kain putih, lalu di tempatkan pada wadah yang dikenal dengan Jempana yang disiapkan oleh warga setempat, setelah itu jenazah dibawa diarak menuju makam tempat pembakaran mayat.

Setelah dilakukan pembakaran mayat, selanjutnya abu dari hasil pembakaran dihanyutkan ke laut atau sungai sehingga tidak ada lagi sisa-sisa unsur badan kasar karena sudah dikembalikan ke asalnya (Panca Maha Bhuta),? katanya.

Proses terakhir dari pada rangkaian upacara ngaben itu adalah dibuatkan tempat bagi arwah (Atman) dan diletakkan pada pura masing-masing keluarga. ?Akhir upacara Ngaben itu adalah, penempatan sang Atman di pura-pura keluarga besar masing-masing untuk didoakan bersama-sama,? pungkasnya. ( Nyoman Subagi)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ngaben atau sering pula disebut upacara pelebon adalah upacara pembakaran mayat yang dilakukan di Bali, khususnya oleh umat yang beragama Hindu. Upacara tersebut dilakukan kepada orang yang telah meninggal dunia, hal tersebut dianggap sangat penting, ramai dan semarak, karena makna dari upacara ngaben itu sendiri adalah keluarga dapat membebaskan arwah orang yang meninggal dari ikatan-ikatan duniawinya menuju surga, atau menjelma kembali ke dunia melalui rienkarnasi. Di dalam Panca Yadnya, upacara ini termasuk di dalam Pitra Yadnya, yaitu upacara yang ditujukan untuk roh lelulur. Seorang Pedanda atau pendeta mengatakan manusia memiliki Bayu, Sabda, Idep, dan setelah meninggal Bayu, Sabda, Idep itu dikembalikan ke Brahma, Wisnu, Siwa. Akan tetapi saat ini upacara Ngaben yang sudah menjadi tradisi masyarakat Bali itu sedikit demi sedikit mulai di abaikan dan ditingalkan terutama oleh masyarakat kalangan ekonomi menengah kebawah. Hal tersebut terjadi dikarenakan oleh biaya pelaksanaan upacara Ngaben itu sendiri yang membutuhkan dana yang sangat besar. Untuk menghindari semakin ditinggalkannya tradisi upacara Ngaben oleh masyarakat, saat ini masyarakat Bali mulai mensiasatinya dalam pelaksanaannya misalnya saja dengan menciptakan suatu kompor khusus yang dapat digunakan untuk mengganti fungsi kayu bakar dalam Upacara Ngaben. Penggantian fungsi kayu bakar dengan kompor ini dirasa lebih efisien dan efektif. Selain itu biaya yang dikeluarkan juga tidak terlalu banyak jika dibandingkan dengan Upacara Ngaben yang pelaksanaannya menggunakan kayu bakar.

Ngaben masal. Ngaben masal itu sendiri adalah salah satu cara yang digunakan oleh masyarakat Bali untuk menghemat biaya selain dengan mengganti penggunaan fungsi kayu bakar dengan kompor. Dengan Ngaben Masal itu sendiri selain biaya yang dikeluarkan lebih murah, pembakaran mayat pun lebih dapat cepat selesai. Upacara Ngaben Masal ini dirasa sangat meringankan masyarakat terutama masyarakat kalangan ekonomi menengah kebawah.

B. Rumusan Masalah

1. Apakah dibalik pelaksanaan upacara Ngaben / Ngaben massal terdapat tujuan?

2. Bagaimanakah tata cara pelaksanaan upacara Ngaben / Ngaben massal itu, apakah ada tata cara khusus dalam pelaksanaan upacara Ngaben tesebut?


BAB II

PEMBAHASAN

Upacara Ngaben Masal yang biasanya dilaksanakan oleh masyarakat Bali adalah upacara pembakaran mayat yang ditujukan khususnya bagi masyarakat kelangan ekonomi menengah kebawah. Dengan diadakannya Ngaben masal yang biasanya dilaksanakan pada kurun waktu 1 tahun sekali, masyarakat Bali yang berasal dari kalangan ekonomi menengah kebawah dapat tetap melaksanakan upacara Ngaben yang sudah menjadi tradisi turun temurun di Bali. Dan hal ini akan menutup kemungkinan punahnya Upacara Ngaben. Upacara Ngaben masal ini memiliki tujuan untuk mempercepat proses pengembalian 5 unsur pembentuk badan kasar (jasmani-Red) atau Panca Maha Bhuta ke asalnya masing-masing yakni, tanah, api, air, udara dan zat lainnya (Eter). Selanjutnya, selain mempercepat proses pengembalian ke lima unsur yang ada pada manusia, umat Hindu juga percaya Upacara Ngaben dapat melepas ikatan sang jiwa (Atman-Red) terhadap badan kasar (jasmani) dengan harapan roh dapat mencapai alam surga berdasarkan perbuatan (Karma) selama hidupnya. Umat Hindu peraya dengan hukum karma pahala yaitu hasil perbuatan yang dilakukan seseorang semasa hidupnya didunia. Kalau hasil perbuatannya baik, maka dia akan terlahir kembali dengan wujud manusia yang sempurna atau bahkan tidak lahir kembali kedunia dan menyatu kepada sang pencipta. Dalam ajaran agama Hindu mengenal tujuan tertinggi umat manusia berdasarkan kitab suci Weda bahwa manusia dalam kelahirannya untuk mencapai kebebasan tertinggi (Moksa) bersatu kembali kepada sang pencipta Tuhan Yang Maha Kuasa.

Hari pelaksanaan Upacara Ngaben maupun Upacara Ngaben masal ditentukan dengan mencari hari baik yang biasanya ditentukan oleh Pedanda. Upacara Ngaben ini biasanya dilaksanakan oleh keluarga sanak saudara dari orang yang meninggal, sebagai wujud rasa hormat seorang anak terhadap orang tuanya. Sebelum upacara Ngaben dimulai, segenap keluarga dan handai taulan datang untuk melakukan penghormatan terakhir dan biasanya disajikan sekedar makan dan minum. Pada tengah hari, jasad dibersihkan atau yang biasa disebut “Nyiramin” oleh masyarakat dan keluarga, “Nyiramin” ini dipimpin oleh orang yang dianggap paling tua didalam masyarakat. Setelah itu mayat akan dipakaikan pakaian adat Bali seperti layaknya orang yang masih hidup. Dan dibawa ke luar rumah untuk diletakkan di “Bade atau lembu” yang telah disiapkan oleh para warga, lalu diusung beramai-ramai, semarak, disertai suara gaduh gamelan dan “kidung suci” menuju ke tempat upacara. “Bade dan Lembu” ini merupakan tempat mayat untuk pelaksanaan Ngaben. “Bade dan lembu” terbuat dari bambu, kayu, kertas yang beraneka warna-warni sesuai dengan golongan atau kedudukan sosial ekonomi keluarga bersangkutan. Di depan Bade terdapat kain putih yang panjang yang bermakna sebagai pembuka jalan sang arwah menuju tempat asalnya. Kemudian bade diarak dan di setiap pertigaan atau perempatan bade akan diputar sebanyak 3 kali, dengan maksud agar roh orang yang meninggal itu menjadi bingung dan tidak dapat kembali ke keluarga yang bisa menyebabkan gangguan. Upacara ini biasanya dilakukan dengan semarak, tidak ada isak tangis, karena di Bali ada suatu keyakinan bahwa kita tidak boleh menangisi orang yang telah meninggal karena itu dapat menghambat perjalanan sang arwah menuju tempatnya. Sesampainya di kuburan, upacara Ngaben dilaksanakan dengan meletakkan mayat di “Lembu” yang telah disiapkan, diawali dengan upacara-upacara lainnya dan doa mantra dari Ida Pedanda, kemudian “Lembu” dibakar sampai menjadi Abu. Abu ini kemudian dibuang ke Laut atau sungai yang dianggap suci. Ini merupakan rangkaian upacara akhir bagi orang yang telah meninggal, kemudian keluarga dapat dengan tenang hati menghormati arwah tersebut di pura keluarga, setelah sekian lama, arwah tersebut diyakini akan kembali lagi ke dunia. Hal inilah yang menyebabkan ikatan keluarga di Bali sangat kuat, karena mereka selalu ingat dan menghormati lelulur dan juga orang tuanya. Status kelahiran kembali roh orang yang meninggal dunia berhubungan erat dengan karma dan perbuatan serta tingkah laku selama hidup sebelumnya. Secara umum, orang Bali merasakan bahwa roh yang lahir kembali ke dunia hanya bisa di dalam lingkaran keluarga yang ada hubungan darah dengannya.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Tujuan upacara Ngaben masal adalah untuk mempercepat proses pengembalian 5 unsur pembentuk badan kasar ke asalnya masing-masing yaitu tanah, air, api, udara, dan zat lainnya.

2. Pelaksanaan Upacara Ngaben Masal dimulai dengan melakukan pembersihan jenazah dengan cara dimandikan air bersih yang dicampur dengan bunga-bunga. Setelah itu mayat akan dipakaikan pakaian adat Bali, lalu ditempatkan pada Bade/Lembu kemudian setelah itu jenazah dibawa diarak menuju makam tempat pembakaran mayat setelah itu abu dari hasil pembakaran dihanyutkan ke laut/sungai yang dianggap suci.

3. Upacara Ngaben Masal merupakan solusi terbaik bagi masyarakat kalangan ekonomi menengah kebawah untuk tetap dapat melaksanakqan upacara Ngaben yang sudah menjadi suatu tradisi di Bali.

B. Saran

1. Sebaiknya Upacara Ngaben Masal yang di adakan di desa Balinuraga, kecamatan Waypanji lebih intens diadakan. Jangan hanya dalam jangka waktu 1 tahun sekali.

2. Upacara Ngaben harus tetap dijaga dan dilestarikan sebagai warisan budaya dan tradisi oleh pemerintah Bali maupun oleh Negara sehingga kelak anak cucu kita dapat menikmatinya.

3. Pemerintah pusat seharusnya memberikan bantuan kepada masyarakat kalangan ekonomi mengengah kebawah untuk dapat melaksanakan Ngaben tanpa harus menunggu diadakannya Ngaben Masal. Karena belum tentu setiap tahun akan diadakan Ngaben Masal.

4. Ikatan keluarga di Bali yang sangat kuat seharusnya dapat dijadikan sebagai contoh kepada suku / masyarakat lain sehingga mereka akan selalu ingat dan menghargai leluhur mereka. Dengan ikatan keluarga yang kuat niscaya konflik akan dapat sedikit berkurang

5. Sikap masyarakat Bali yang selalu melaksanakan upacara Ngaben sebagai salah satu tradisi di Bali hendaknya dicontoh oleh masyarakat yang lain dalam melaksanakan tradisi adatnya agar tradisi tersebut tidak hilang dan punah

KEGIATAN EKONOMI

oleh : Nia Atmadianing Meigawati

Kegiatan ekonomi itu sendiri adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan yang meliputi kegiatan sebagai berikut :

a. Produksi

ü Pengertian dan Tujuan Produksi

Produksi adalah proses peningkatan kapasitas barang-barang untuk memuaskan keinginan atau kebutuhan manausia atau proses pembentukan jasa-jasa yang mampu memuaskan kebutuhan-kebutuhan manusia.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa pengertian produksi adalah sebagai berikut :

1. Produksi yang menghasilkan barang dan jasa baru, sehingga dapat menambah jumlah, mengubah bentuk atau ukuran.

2. Produksi dapat diartikan sebagai kegiatan untuk meningkatkan atau menambah daya guna suatu barang sehingga bermanfaat.

Tujuan produksi antara lain :

1. Memperbanyak jumlah barang atau jasa.

2. Menghasilkan barang dan jasa yang berkualitas tinggi.

3. Memenuhi kebutuhan sesuai dengan perkembangan perradaban, budaya, dan tekhnologi.

4. Mengganti barang yang rusak.

5. Memenuhi kebutuhan pasar.

6. Memperoleh keuntungan.

7. Meningkatkan kemakmuran.

ü Fungsi Produksi

Manusia mengkombinasikan penggunaan faktor produksi agar dapat menghasilkan barang dan jasa. Sebagai alat analisis digunakan fungsi produksi. Fungsi produksi adalah suatu persamaan matematis yang menunjukkan hubungan fungsional antara jumlah keluaran (output) maksimum yang dapat dihasilkan dalam satu proses produksi tertentu dengan satu set masukan (input) faktor produksi yang digunakan oleh produsen pada tingkat tekhnologi tertentu. Jumlah barang yang dihasilkan tergantung pada penggunaan faktor-faktor produksinya. Jika mengiginkan hasil yang semakin banyak, semakin banyak pula faktor produksi yang harus digunakan.

Secara umum fungsi produksi adalah suatu fungsi atau persamaan yang menujukkan hubungan antara tingkat (dan kombinasi) penggunaan input dan tingkat output per satuan waktu.

Fungsi produksi terdiri dari empat macam, yaitu sumber daya alam, sumber daya manusia, sumber daya modal, dan kewirausahaan. Menurut perilaku penggunaannya, faktor produksi dapat dibedakan menjadi dua kelompok sebagi berikut :

a. Faktor Produksi Tetap

Faktor produksi tetap adalah faktor produksi yang jumlah penggunaannya tidak tergantung junlah barang yang dihasilkan. Faktor produksi ini harus tetap ada walaupun tidak terjadi proses produksi.

b. Faktor Produksi Tidak Tetap

Faktor produksi variable adalah faktor produksi yang jumlah penggunaannya tergantung jumlah barang yang dihasilkan. Penggunaan faktor produksi variable berubah-ubah sesuai perubahan jumlah produksi yang diinginkan.

Sebagai contoh dalam proses produksi roti. Faktor produksi variable yang dibutuhkan antara lain bahan baku (tepung terigu, telur, dan mentega) dan tenaga kerjanya. Jika terjadi penurunan produksi, maka jumlah bahan baku dan tenaga kerja akan dikurangi.

ü Teori Produksi

1. Teori Produksi dengan Satu Faktor Input yang berubah

Teori produksi adalah teori yang menggambarkan hubungan antara tingkat produksi dengan input produksi sedangkan teori produksi yang sederhana adalah teori yang menggembangkan tentang hubungan antara tingkat produksi suatu barang dengan jumlah tenaga kerja yang digunakan untuk menghasilkan berbagai tingkat produksi barang tersebut. Dalam penjelasan tersebut dimisalkan faktor-faktor produksi yang lainnya tetap jumlahnya. Hukum tambahan hasil yang semakin berkurang tidak dapat dipisahkan dari teori produksi. Hokum ini dikemukakan oleh David Ricardo (1772 – 1823) yang dikenal dengan “Hukum Tambahan Hasil yang Berkurang” (The Lawof Diminishing Return) yang berbunyi sebagai berikut.

“Apabila faktor produksi yang dapat diubah jumlahnya (tenaga kerja) terus menerus ditambah sebanyak 1 unit, pada mulanya produksi total akan semakin banyak pertambahannya, tetapi sesudah mencapai suatu tingkat tertentu produksi tambahan akan semakin berkurang dan pada akhirnya mencapai nilai negative. Sifat pertambahan produksi seperti ini menyebabkan pertambahan produksi total semakin lambat dan akhirnya ia mencapai tingkat maksimum dan kemudian menurun”.

Apabila teori tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut. Faktor produksi tanah, bangunan, dan mesin dianggap tetap, sedangkan faktor tenaga kerja yang berubah (faktor variable)

Hubungan Faktor Produksi Tetap, Faktor Produksi Variabel, dengan Output yang Dihasilkan

Input

Output

Produk Rata-Rata (AP)

Tahap Produksi

Tanah, Bangunan, dan Mesin

Tenaga Kerja

Produk Total (TP)

Tambahan Produk (MP)

Tetap

Tetap

Tetap

1

2

3

500

1.300

2.625

500

800

1.325

500

650

875

I

Tetap

Tetap

Tetap

Tetap

4

5

6

7

3.500

4.100

4.620

4.900

875

600

520

280

875

820

770

700

II

Tetap

Tetap

Tetap

8

9

10

4.800

4.500

4.200

-100

-300

-400

600

500

420

III

Keterangan : - Tahap I : Produksi total mengalami pertambahan yang semakin cepat

- Tahap II : Produksi total pertambahannya semakin lambat

- Tahap III : produksi total semakin lama semakin berkurang

Produk marjinal danrata rata dapat dirumuskan:

Produk total (TP=total prodact) adalah keseluruhan hasil yag diperoleh selama prpses produksi.Tambahan produk(MP=marginal product)adalah tambahan total produksui yang bisa diperoleh sebagai akibat bertambahnya satu unit input faktor produksi variable.Produk rata-rata(AP=avarege product)dalah hasil bagi antara produk total dengan jumlah tenaga keja

2. Teori Produksi dengan Dua Faktor Input yang Berubah

Dalam teori produksi dengan dua faktor input yang berubah kita akan mengenal istilah Isoquant dan Isocost. Isoquant adalah kurva produksi sama yang menggambarkan gabungan dua faktor input produksi (tenaga kerja dan modal).incost adalah garis biaya sama yang menggambarkan gabungan faktor – faktor produksi yang dapat diperoleh dengan menggunakan biaya tertentu.

ü Perilaku produsen

Hal – hal yang harus dilakukan perusahaan selaku produsen adalah sebagai berikut:

a) Menjaga kelestarian lingkungan hidup.

b) Memberikan sumbangan social

c) Menumbuhkan rasa saling percaya

d) Menghormati dan melakukan aturan pemerintah

e) Memberikan keuntungan kepada pemegang saham

f) Nenghindari praktik – praktik operasi yang ilegal

b. Konsumsi

ü Pengertian dan Tujuan Konsumsi

konsumsi adalah kegiatan manusia mengurangi atau menghabiskan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan.tujuan konsumsi adalah memenuhi kebutuhan hidup atau memperoleh kepuasan setinggi – tingginya dan mencapai tingat kemakmuran.

ü Teori Konsumsi

Dalam teori konsumsi kita akan mengenal tentang nilai guna atau utility. Nilai guna adalah kemempuan untuk memuaskan suatu kebutuhan menusia. Nilai guna dibagi menjadi dua yaitu:

a) Nilai guna total adalah jumlah seluruh kepuasn yang diperoleh dari mengkonsumsi jumlah barang tertentu.

b) Nilai guna marginal adalah pertambahan atau pengurangan kepuasan sebagai akibat dari pertambahan atau pengurangan penggunaan satu unit barang tertentu.

Dua hukum yang terkenal dalam teori konsumsi adalah Hukum Gossen I dan hukun Gossen II :

1. Hukum Gossen 1

Berbunyi :”Jika jumlah barang yang dikonsumsi dalam jangka waktu tertentu terus ditambah,maka kepuasan total yang diperolah juga ditambah.akan tetapi, kepuasan marginal akan semakin berkurang. Bahkan bila konsumsi terus dilakukan, pada akhirnya tambahan kepuasan yang diperoleh akan menjadi negative dan kepuasan total menjadi berkurang”.

Hukum Gossen I dikemukakan oleh Herman Heinrich Gossen, seorang ahli ekonomi dari Jerman. Namun Hukum Gossen I ini memiliki kelemahan. Dalam praktik orang tidak akan memuaskan satu macam kebutuhan sampai sepuas-puasnya, tetapi setelah mencapai titik kepuasan tertentu akan menyusul kebutuhan yang lain. Maka hukum Gossen I dilengkapi dengan Hukum Gossen II

2. Hukum Gossen 2

Berbunyi :”seorang konsumen akan membagi – bagi pengeluaran uangnya untuk membali berbagai macam barang sedemikian rupa hingga kebutuhan – kebutuhannya terpenuhi secara seimbang”.

Hokum Gossen II merupakan pemuasan kebutuhan secara horizontal (pemuasan kebutuhan tidak bertumpu pada satu jenis barang saja, melainkan berusaha pula untuk memenuhi kebutuhan akan barang lainnya.

ü Hubungan konsumsi dengan pendapatan

Semakin besar jumlah pendapatan yang diterima, semakin besar pula bagian alokasi untuk konsumsi dan tabungan.

Faktor – faktor yang mempengaruhi jumlah pendapatan yang digunakan untuk konsumsi antara lain sebagai berikut:

a. Besarnya pendapatan yang diterima oleh rumah tangga konsumsi.

b. Jumlah dan umur anggota keluarga

c. Kondisi lingkungan yaitu faktor geografis dan social.

d. Perkiraan masa depan yaitu perkiraan mengenai kenaikan atau penurunan harga barang atau jasa.

Faktor – faktor yang mempengaruhi jumlah pendapatan yang digunakan untuk tabungan antara lain sebagai berikut:

a. Besarnya pendapatan yang diterima oleh rumah tangga setelah dikuranga pengurang untuk konsumsi.

b. Keinginan untuk berjaga – jaga terhadap kemungkinan terjadinya hal – hal yang tidak terduga.

c. Tingkat bunga, kenaikan tingkat bunga akan meningkatkan kecendurungan untuk menabung.

Pola Perilaku Konsumen

1. Kepuasan konsumen terhadap produk

Kepuasan didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mencerminkan kebutuhan,keinginan,dan harapan konsumen dapat terpenuhi melalui produk yang dikonsumsi.Rasa puas dalam menggunakan suatu barang dapat diwujudkan dalam sifat loyal terhadap barang tersebut.Dengan demikian,bila seseorang konsumen loyal terhadap suatu produk tertentu ia telah mempunyai persepsi dan ekspektasi terhadap pproduk tersebut.

Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi dan ekspektasi konsumen, menurut Vincent Gasperz,yaitu sbb:

1. Kebutuhan dan keinginan.

2. Pengalaman masa lalu

3. Pengalaman dari teman.

4. Komunikasi iklan dan pemasaran.

2. Pengeluaran untuk konsumsi

Besar kecilnya konsumsi yang dilakukan oleh konsumen dipengaruhi oleh faktor-faktor antara lain selera,tingka pendapatan,kebiasan,dan sikap hidup,lingkungan tempat tinggal dan alat distribusi.

3. Pola hidup hemat

Dengan terbatasnya sumber daya ekonomi yang kita miliki kita harus bijak dalam menggunakannya,salah satu cara yang dapat digunakan adalah dengan pola hidup hemat.Hidup hemat berarti menditribusikan pendapatan untuk konsumsi secara terencana dan terarah.

c. Distribusi

ü Pengertian Distribusi

Anda pasti pernah melihat seseorang yang memikul barang tertentu untuk ditawarkan kepada pembeli, contoh seperti tukang sayur, tukang bakso. Kegiatan yang dilakukan oleh orang-orang tersebut merupakan kegiatan distribusi.

Distribusi artinya proses yang menunjukkan penyaluran barang dari produsen sampai ke tangan masyarakat konsumen. Produsen artinya orang yang melakukan kegiatan produksi. Konsumen artinya orang yang menggunakan atau memakai barang/jasa dan orang yang melakukan kegiatan distribusi disebut distributor.

Distribusi merupakan kegiatan ekonomi yang menjembatani kegiatan produksi dan konsumsi. Berkat distribusi barang dan jasa dapat sampai ke tangan konsumen. Dengan demikian kegunaan dari barang dan jasa akan lebih meningkat setelah dapat dikonsumsi.

Dari apa yang baru saja diuraikan, tampaklah bahwa distribusi turut serta meningkatkan kegunaan menurut tempatnya (place utility) dan menurut waktunya (time utility).

ü Fungsi Distribusi

Distribusi sangat dibutuhkan oleh konsumen untuk memperoleh barang-barang yang dihasilkan oleh produsen, apalagi bila produksinya jauh. Anda dapat melihat barang yang tidak dihasilkan di daerah Anda tapi sekarang ada di tempat tinggal Anda.
Ada pun kegiatan yang termasuk fungsi distribusi terbagi secara garis besar menjadi dua.

a. Fungsi Distribusi Pokok
Yang dimaksud dengan fungsi pokok adalah tugas-tugas yang mau tidak mau harus
dilaksanakan. Dalam hal ini fungsi pokok distribusi meliputi:

1. Pengangkutan (Transportasi)
Pada umumnya tempat kegiatan produksi berbeda dengan tempat tinggal konsumen, perbedaan tempat ini harus diatasi dengan kegiatan pengangkutan. Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dan semakin majunya teknologi, kebutuhan manusia semakin banyak. Hal ini mengakibatkan barang yang disalurkan semakin besar, sehingga membutuhkan alat transportasi (pengangkutan).

2. Penjualan (Selling)
Di dalam pemasaran barang, selalu ada kegiatan menjual yang dilakukan oleh produsen.
Pengalihan hak dari tangan produsen kepada konsumen dapat dilakukan dengan penjualan. Dengan adanya kegiatan ini maka konsumen dapat menggunakan barang tersebut.

3. Pembelian (Buying)
Setiap ada penjualan berarti ada pula kegiatan pembelian. Jika penjualan barang dilakukan oleh produsen, maka pembelian dilakukan oleh orang yang membutuhkan barang tersebut.

4. Penyimpanan (Stooring)
Sebelum barang-barang disalurkan pada konsumen biasanya disimpan terlebih dahulu. Dalam menjamin kesinambungan, keselamatan dan keutuhan barangbarang, perlu adanya penyimpanan (pergudangan).
Contoh, Anda bisa lihat mengapa orangtua kita ada yang membuat lumbung padi?

5. Pembakuan Standar Kualitas Barang
Dalam setiap transaksi jual-beli, banyak penjual maupun pembeli selalu menghendaki adanya ketentuan mutu, jenis dan ukuran barang yang akan diperjualbelikan. Oleh karena itu perlu adanya pembakuan standar baik jenis, ukuran, maupun kualitas barang yang akan diperjualbelikan tersebut. Pembakuan (standardisasi) barang ini dimaksudkan agar barang yang akan dipasarkan atau disalurkan sesuai dengan harapan.

6. Penanggung Resiko

b. Fungsi Tambahan
Distribusi mempunyai fungsi tambahan yang hanya diberlakukan pada distribusi barang-barang tertentu. Fungsi tambahan tersebut di antaranya adalah sebagai berikut.

1. Menyeleksi
Kegiatan ini biasanya diperlukan untuk distribusi hasil pertanian dan produksi yang dikumpulkan dari beberapa pengusaha. Misalnya produksi tembakau perlu diseleksi berdasarkan mutu/standar yang biasa berlaku, produksi buah-buahan diseleksi berdasarkan ukuran besarnya.

2. Mengepak/Mengemas
Untuk menghindari adanya kerusakan atau hilang dalam pendistribusian, maka barang harus dikemas dengan baik. Misalnya buah-buahan atau sayuran, baju, TV.

3. Memberi Informasi

Anda tentunya pernah mendengar atau menyaksikan iklan Rinso. Tentunya dengan adanya iklan tersebut Anda mendapatkan informasi mengenai produk sabun Rinso. Untuk memberi kepuasan yang maksimal kepada konsumen, produsen perlu memberi informasi secukupnya kepada perwakilan daerah atau kepada konsumen yang dianggap perlu informasi. Informasi yang paling tepat bisa melalui iklan.

ü Sistem Distribusi

Pengertian sistem distribusi adalah pengaturan penyaluran barang dan jasa dari produsen ke konsumen. Sistem distribusi dapat dibedakan menjadi:

a. Sistem distribusi jalan pendek atau langsung

Adalah sistem distribusi yang tidak menggunakan saluran distribusi. Contoh distribusi sistem ini adalah penyaluran hasil pertanian oleh petani ke pasar langsung.
Bagan sistem distribusi ini sebagai berikut.

b. Sistem distribusi jalan panjang atau tidak langsung

Adalah sistem distribusi yang menggunakan saluran distribusi dalam kegiatan distribusinya biasanya melalui agen. Contoh: motor, mobil, TV.
Bagan sistem distribusi tidak langsung.

ü Saluran Distribusi

Pengertian dari saluran distribusi atau perantara distribusi adalah sebagai orang atau lembaga yang kegiatannya menyalurkan barang dari produsen sampai ke tangan konsumen dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan. Saluran distribusi dapat kita bedakan menjadi dua golongan lembaga distribusi, yaitu pedagang dan perantara khusus.

a. Pedagang

Pedagang adalah seseorang atau lembaga yang membeli dan menjual barang kembali tanpa merubah bentuk dan tanggungjawab sendiri dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan.
Pedagang dibedakan menjadi:

1. Pedagang Besar (Grosir atau Wholesaler) adalah pedagang yang membeli barang dan menjualnya kembali kepada pedagang yang lain. Pedagang besar selalu membeli dan menjual barang dalam partai besar.

2. Pedagang Eceran (Retailer) adalah pedagang yang membeli barang dan menjualnya kembali langsung kepada konsumen. Untuk membeli biasa partai besar, tetapi menjualnya biasanya dalam partai kecil atau per-satuan.

b. Perantara Khusus
Sama halnya dengan pedagang, kegiatan perantara khusus juga menyalurkan barang dari produsen sampai ke tangan konsumen. Bedanya perantara khusus tidak bertanggungjawab penuh atas barang yang tidak laku terjual.
Perantara khusus meliputi:

1. Agen (Dealer) adalah perantara pemasaran atas nama perusahaan. Menjualkan barang hasil produksi perusahaan tersebut di suatu daerah tertentu. Balas jasa yang diterima berupa pengurangan harga dan komisi.

2. Broker (Makelar) adalahperantara pemasaran yang kegiatannya mempertemukan penjual dan pembeli untuk melaksanakan kontrak atau transaksi jual beli. Balas jasa yang diterima disebut kurtasi atau provisi.

3. Komisioner adalah perantara pembelian dan penjualan atas nama dirinya sendiri dan bertanggungjawab atas dirinya sendiri. Balas jasa yang diterima disebut komisi.

4. Eksportir adalah pedagang yang melakukan aktivitasnya dengan menyalurkan barang ke luar negeri.

5. Importir adalah pedagang yang melakukan aktivitasnya dengan menyalurkan barang dari luar negeri ke dalam negeri.

ü Faktor-faktor yang mempengaruhi kegiatan distribusi

Pada bahasan terakhir ini akan dibahas mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kegiatan distribusi. Faktor-faktor yang mempengaruhi kegiatan distribusi meliputi:

1. Faktor Pasar
Dalam lingkup faktor ini, saluran distribusi dipengaruhi oleh pola pembelian konsumen, yaitu jumlah konsumen, letak geografis konsumen, jumlah pesanan dan kebiasaan dalam pembelian.

2. Faktor Barang
Pertimbangan dari segi barang bersangkut-paut dengan nilai unit, besar dan berat barang, mudah rusaknya barang, standar barang dan pengemasan.

3. Faktor Perusahaan
Pertimbangan yang diperlukan di sini adalah sumber dana, pengalaman dan kemampuan manajemen serta pengawasan dan pelayanan yang diberikan.

4. Faktor Kebiasaan dalam Pembelian
Pertimbangan yang diperlukan dalam kebiasaan pembelian adalah kegunaan perantara, sikap perantara terhadap kebijaksanaan produsen, volume penjualan dan ongkos penyaluran barang.

d. Investasi

ü Pengertian investasi

Berdasarkan teori ekonomi, investasi berarti pembelian (dan berarti juga produksi) dari kapital/modal barang-barang yang tidak dikonsumsi tetapi digunakan untuk produksi yang akan datang (barang produksi). Contoh termasuk membangun rel kereta api, atau suatu pabrik, pembukaan lahan, atau seseorang sekolah di universitas. Untuk lebih jelasnya, investasi juga adalah suatu komponen dari PDB dengan rumus PDB = C + I + G + (X-M). Fungsi investasi pada aspek tersebut dibagi pada investasi non-residential (seperti pabrik, mesin, dll) dan investasi residential (rumah baru). Investasi adalah suatu fungsi pendapatan dan tingkat bunga, dilihat dengan kaitannya I= (Y,i). Suatu pertambahan pada pendapatan akan mendorong investasi yang lebih besar, dimana tingkat bunga yang lebih tinggi akan menurunkan minat untuk investasi sebagaimana hal tersebut akan lebih mahal dibandingkan dengan meminjam uang. Walaupun jika suatu perusahaan lain memilih untuk menggunakan dananya sendiri untuk investasi, tingkat bunga menunjukkan suatu biaya kesempatan dari investasi dana tersebut daripada meminjamkan untuk mendapatkan bunga.

ü Bentuk-bentuk investasi

Investasi tanah diharapkan dengan bertambahnya populasi dan penggunaan tanah; harga tanah akan meningkat di masa depan. Investasi pendidikan dengan bertambahnya pengetahuan dan keahlian, diharapkan pencarian kerja dan pendapatan lebih besar.
Investasi saham diharapkan perusahaan mendapatkan keuntungan dari hasil kerja atau penelitian.

ü Risiko investasi

Investasi selain juga dapat menambah penghasilan seseorang juga membawa risiko keuangan bilamana investasi tersebut gagal. Kegagalan investasi disebabkan oleh banyak hal, di antaranya adalah faktor keamanan (baik dari bencana alam atau diakibatkan faktor manusia), ketertiban hukum, dan lain-lain.

DAFTAR PUSTAKA

1. Rahardja, Pratama TH. 2008. Pengantar Ilmu Ekonomi (Mikroekonomi & Makroekonomi). LP-FEUI : Jakarta

2. Puspitawati, Endang. 2007. Ekonomi. CV Viva Pakarindo : Klaten

3. Setyowati, Endang. 2002. Ekonomi Makro Pengantar. Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Yayasan Keluarga Pahlawan Negara Bagian Penerbitan: Yogyakarta

4. Setyowati, Endang. 2002. Ekonomi Mikro Pengantar. Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Yayasan Keluarga Pahlawan Negara Bagian Penerbitan: Yogyakarta